UU SISDIKNAS

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, disahkan oleh DPR pada tanggal 11 Juni 2003, dan diberlakukan pada tanggal 8 Juli 2003. Dalam Batang Tubuh Undang-Undang tersebut memuat 22 Bab, dan 77 Pasal, adalah cukup ideal dan akomodatif dalam mengatur sistem pendidikan di Indonesia. Secara berturut-turut dapat dijelaskan sebagai berikut :


1. Dasar, Fungsi dan Tujuan Pendidikan

Sebagaimana disebutkan dalam Bab II, pasal 1 bahwa : "Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945". Secara konseptual, dasar pendidikan nasional ini mengandung nilai-nilai yang tidak diragukan lagi kehandalannya, amat ideal dan luhur, dan secara konsensus seluruh bangsa Indonesia sudah menerimanya.

Sedangkan hakekat fungsi pendidikan nasional yang ditetapkan dalam Pasal 2, yakni : "mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa". Kalimat ini sederhana, namun memiliki makna yang dalam dan luas. Di mana bangsa yang cerdas adalah bangsa yang dibangun atas tiga pilar. Pertama, memiliki kemampuan dalam menguasai berbagai aspek kehidupan, baik aspek ekonomi, sosial, politik, hukum, ilmu pengetahuan dan teknologi, maupun aspek agama. Kedua, memiliki watak kepribadian yang luhur dan anggun, patriotis dan nasionalis, serta watak bekerja keras dalam memenuhi kebutuhan hidup. Ketiga, memiliki peradaban yang humanis religius, serta kewibawaan yang tinggi, sehingga bangsa-bangsa lain tidak memperlakukan dan mengintervensi bangsa Indonesia sekehendaknya. Semua ini menjadi tanggung jawab pendidikan. Untuk itu, setiap satuan pendidikan dituntut dalam programnya mencerminkan tiga pilar tersebut, sehingga dapat mencerdaskan kehidupan peserta didik.

Selanjutnya, tujuan pendidikan yang ditetapkan dalam pasal tersebut adalah : "Untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab".

Konsep ini akan menghasilkan manusia yang sempurna (insan kamil), yakni terbinanya seluruh potensi yang dimiliki baik jasmani, intelektual, emosional, sosial, agama dan sebagainya. Dengan demikian, ia dapat mengemban tugas hidupnya dengan baik dan penuh tanggung jawab, baik yang berkenaan dengan kepentingan pribadi, masyarakat, bangsa dan negaranya. Untuk itu, setiap penyelenggaraan satuan pendidikan dituntut agar dapat mengorientasikan dan menjabarkan tujuan tersebut.

2. Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan

Sebagaimana ditetapkan dalam Bab III, pasal 4 : "Pendidikan diselenggarakan dengan prinsip demokratis, berkeadilan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa; prinsip satu kesatuan yang sistemik; prinsip pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik; prinsip keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik; prinsip pengembangan budaya membaca, menulis dan berhitung; prinsip pemberdayaan semua komponen masyarakat".

Prinsip penyelenggaraan pendidikan yang seperti ini menunjukkan prinsip yang holistik (menyeluruh), terbuka dan akomodatif dari berbagai aspirasi atau tuntutan masyarakat akan pentingnya pendidikan bagi anak bangsa. Aksentuasi prinsip-prinsip tersebut terletak pada penyelenggaraan pendidikan yang demokratis, berkeadilan, desentralisasi, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Pendidikan yang seperti ini akan memberikan kebebasan dalam berfikir dan berkreasi positif bagi anak didik, serta terbuka bagi masyarakat.

3. Hak dan Kewajiban

Dijelaskan dalam Bab IV, pasal 5 : "Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu", dan "Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan". Konsep ini lebih menekankan pada pemerataan pendidikan bagi setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Masalahnya adalah masih rendahnya pemerataan memperoleh pendidikan.

Ditetapkannya hak dan kewajiban warga negara tersebut dalam rangka mengantisipasi, mengatasi dan menuntaskan adanya kesenjangan memperoleh pendidikan yang bermutu. Untuk itu semua warga negara (orang tua, masyarakat, dan Pemerintah/Pemerintah Daerah) dilibatkan secara langsung dalam penyelenggaraan pendidikan. Untuk tujuan itu UU Sisdiknas mempersyaratkan adanya badan hukum pendidikan, sebagaimana diamanatkan pasal 53 UU Sisdiknas: "(1) Penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan, (2) Ketentuan tentang badan hukum pendidikan diatur dengan undang-undang tersendiri".

Hak untuk memperoleh pendidikan yang bermutu bagi semua pihak itu tentu pula ditindak lanjuti dengan menghilangkan diskriminasi dari Pemerintah, baik antara sekolah swasta dengan negeri maupun Islam dengan umum.

4. Peserta Didik

Ditetapkan dalam Bab V, pasal 12 bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak : "mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama", dan "mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya". Substansi Bab ini menekankan arti pentingnya pendidikan agama bagi peserta didik yang sesuai dengan agama yang dianutnya, karena bertujuan untuk melindungi akidah agama dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketakwaan sesuai dengan agama yang dianutnya. Hal ini sebagai realisasi dari Pancasila, terutama sila pertama : "Ketuhanan Yang Maha Esa", dan Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 31 ayat 3 : "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa ...", serta untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003, sebagaimana di atas.

Pendidikan agama ini memiliki transmisi spiritual yang lebih nyata dalam proses pembelajaran. Kejelasannya terletak pada keinginan untuk mengembangkan keseluruhan aspek dalam diri anak didik secara berimbang, baik aspek intelektual, imajinasi dan keilmiahan, kultural serta kerpibadian. Hak peserta didik untuk mendapatkan pendidikan agama, perlu disesuaikan dengan bakat, minat dan kemampuannya. Karena itu, dalam mengimplementasikan pasal tersebut perlu ditekankan kepada penciptaan atmosfir dan proses pembelajarannya, sehingga peserta didik benar-benar memahami, menghayati, dan mengamalkan dari setiap apa yang diajarkan.

5. Bentuk Penyelenggaraan Pendidikan

Dalam Bab VI dijelaskan secara rinci mengenai jalur, jenjang dan jenis pendidikan. Pada pasal 13 disebutkan : "Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya", dan "diselenggarakan dengan sistem terbuka melalui tatap muka dan/atau melalui jarak jauh".

Mungkin maksud dari pasal ini adalah program-program yang tidak ada dalam jalur pendidikan formal dapat dilengkapi oleh pendidikan nonformal ataupun informal, atau pendidikan non formal dan juga informal dapat berfungsi sebagai penambah atau pendukung program yang sudah ada.

6. Standar Nasional Pendidikan

Sebagaimana ditetapkan dalam Bab IX, pasal 35, menyebutkan : "Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala". Setiap penyelenggaraan satuan pendidikan, harus mengacu kepada standar nasional pendidikan tersebut, sehingga dapat secara kompetitif dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan.

7. Kurikulum

Sebagaimana ditetapkan dalam Bab X pasal 36, 37, 38 yang intinya dijelaskan : "Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik". Pengembangan kurikulum yang ditetapkan ini, dalam rangka membekali peserta didik dengan berbagai kemampuan yang sesuai dengan tuntutan zaman.
Mengembangkan Kurikulum sesuai dengan potensi lingkungan daerah, sebagai bentuk pengembangan kurikulum muatan lokal. Seperi di daerah bekasi yang termasuk Propinsi Jawa Barat mengembangkan muatan lokan Bahasa Sunda dalam kurikulumnya.


8. Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Fokus analisis ini lebih diarahkan pada pasal 40 ayat 2. Alasannya pasal dan ayat inilah inti dalam Bab XI. Dalam pasal dan ayat tersebut dijelaskan : "Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban : Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis; Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan, dan memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya".
Pendidik dan tenaga kependidikan harus menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis agar setiap peserta didik dapat menjalani atau mengikuti proses pendidikan dengan baik, agar peserta didik memperoleh pembelajaran yang maksimal, menyenangkan dan tidak monoton.

9. Sarana dan Prasarana Pendidikan

Sebagaimana ditetapkan dalam Bab XII pasal 45 ayat 1 dijelaskan bahwa : "Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik". Pasal ini menekankan pentingnya sarana dan prasarana dalam satuan pendidikan, sebab tanpa didukung adanya sarana dan prasarana yang relevan, maka pendidikan tidak akan berjalan secara efektif.

10. Pendanaan Pendidikan

Fokus dari analisis ini lebih diarahkan pada pasal 46 ayat 1 yang menetapkan: "Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat". Dan pasal 47 ayat a dan 2, yakni : "Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan berkelanjutan, dan Pemerintah, Pemerintah Daerah, serta masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku".

Pemerintah dan pemerintah daerah mengalokasikan dana untuk sektor pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan adalah minimal 20 persen dari APBN dan APBD.
Pihak sekolah pada jenjang pendidikan dasar, masih ada pemungutan biaya sekolah. Namun demikian tidak menjadi masalah, asal pemerataan, mutu dan relevansi pendidikan, serta manajemen pendidikan lebih ditingkatkan, sehingga dapat mengantarkan anak didik untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sekarang SD dan SMP sudah gratis.


http://tarbiyah.uin-suka.ac.id/media.php?module=detailopini&id=14

0 komentar:

Posting Komentar